Kuantan Singingi – Polemik pembelian lahan untuk kebun kelapa sawit kembali mencuat. Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Tunas Mukti, Desa Sumber Jaya, Kecamatan Singingi Hilir, dituntut bertanggung jawab atas keputusan pembelian tanah untuk anggota koperasi. Dana yang dihabiskan hampir mencapai lebih kurang Rp. 4.000.000.000,- empat miliar rupiah ) namun status tanah yang dibeli masih dipertanyakan, 28/01/2025.
Program ini berawal dari klaim PT Wanasari yang menyatakan bahwa kebun kelapa sawit anggota KUD Tunas Mukti seluas lebih kurang 63 hektare masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU). Namun, tokoh masyarakat setempat berinisial MJ menduga kuat bahwa tanah tersebut sebenarnya tidak termasuk dalam HGU PT Wanasari. MJ meminta agar status tanah tersebut diperiksa ulang guna memastikan kebenarannya.
Ketua KUD Tunas Mukti kemudian membeli lahan baru di Desa Padang Sawah, Lipat Kain, untuk menggantikan kebun sawit yang diambil oleh PT Wanasari. Namun, investigasi tim KPK News menemukan bahwa tanah tersebut sebagian besar berstatus hutan lindung dan sebagian lainnya masuk dalam HGU PT Abadi.
Ironisnya, untuk mengurus pelepasan lahan tersebut, Ketua KUD Tunas Mukti menggunakan jasa pihak lain yang juga merupakan anggota Badan Pengawas KUD Tunas Mukti. Biaya yang dikeluarkan mencapai hampir lebih kurang Rp. 1.000.000.000,- ( satu miliar rupiah), tetapi hingga kini tanah tersebut masih berstatus sebagai kawasan hutan lindung.
Ketua KUD Tunas Mukti yang dikonfirmasi tim KPK News mengungkapkan bahwa tanah yang dibeli memiliki luas ratusan hektare dengan harga lebih kurang Rp. 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah) per hektare, sehingga total anggaran pembelian mencapai hampir lebih kurang Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah ). Rencananya, lahan tersebut akan dijadikan mitra oleh PT SAR. Namun, pihak PT SAR melalui GM Paino membatalkan rencana tersebut setelah tim legal mereka menemukan bahwa tanah tersebut masuk dalam kawasan hutan.
“Benar, lahan tersebut pernah diajukan untuk menjadi mitra kami. Namun setelah dicek, ternyata tanah itu masuk kawasan hutan, sehingga kami terpaksa membatalkannya,” ujar Paino kepada tim KPK News.
Tokoh masyarakat Desa Sumber Jaya, yang enggan disebutkan namanya, menyayangkan keputusan Ketua KUD Tunas Mukti yang dinilai terburu-buru tanpa memperhatikan aspek legalitas lahan. “Ini keputusan yang gegabah. Anggaran besar sudah dikeluarkan, tapi tanahnya masih bermasalah. Koperasi justru semakin rugi,” ucapnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat dana yang digunakan berasal dari koperasi, yang seharusnya dikelola untuk kesejahteraan anggota. Hingga berita ini diturunkan, Ketua KUD Tunas Mukti belum memberikan keterangan resmi terkait polemik ini.
Pihak terkait diharapkan segera turun tangan untuk mengusut tuntas permasalahan ini agar tidak menimbulkan kerugian lebih besar bagi anggota koperasi dan masyarakat Desa Sumber Jaya.
(FM)